Sandang, pangan, dan papan adalah kebutuhan primer umat manusia termasuk juga masyarakat Indonesia, aku, saya, kamu, mereka, semuanya. Jika ketiga hal tersebut dapat tercukupi seyogyanya kita bisa menjalani hidup dengan baik bahkan meningkatkan kesejahteraan atau naik kelas sosial bahasa kerennya.
Pada Maret 2024, PT Bank Tabungan Negara (Persero) merilis data bahwa sebesar 12,7 juta keluarga di Indonesia belum memiliki rumah sendiri. Kita berbicara keluarga yah gaes, sekali lagi ukurannya keluarga bukan jiwa individu per-orangan.
Katakanlah satu unit keluarga terdiri dari suami, istri, dan satu orang anak yang artinya total tiga jiwa (rumus resmi BPS sebesar 3,8 jiwa). Nah jika ada 12,7 juta keluarga tidak memiliki rumah maka dengan rumus satu keluarga tiga jiwa saja, hitungan tersebut itu kira-kira sepadan dengan 38,1 juta jiwa manusia yang tinggal di suatu bangunan rumah yang bukan miliknya. Lah terus kalau digusur atau diusir gimana coba?
Jadi kepikiran gak sih itu 38,1 juta jiwa manusia Indonesia pada tinggal dimana? Mungkin mereka nebeng tinggal dirumah keluarga besar, atau satu rumah terdiri dari 4 kepala keluarga (KK), bahkan ada pula yang sampai dijejali 18 KK dengan 46 jiwa seperti pemberitaan viral di daerah Cimahi. Ada juga pasti yang sistem sewa, ngontrak atau ngekost (duh, pengen jadi juragan kontrakan rasanya). Dan sedihnya ada juga yang hidupnya tidak pasti seperti tunawisma di kolong jembatan, bahkan hidup di gerobak dorong, huffft.....
Ok, kembali lagi ke pilihan rumah susun atau rumah tapak. Karena kita bicara rumah yang memang bisa banget harganya milyaran, saya akan membuat batasan keduanya yaitu dengan nilai beli maksimal 200 juta rupiah, bersubsidi pemerintah, dan dengan luas maksimal 36 m², di tahun 2024 baik untuk rumah susun maupun rumah tapak.
Sebab gak asyik dong kalau kita membandingkan mau pilih mana:
tinggal di rusun subsidi 180 juta-an area Bandung dengan rumah tapak (seharga 3,8M) di Pantai Indah Kapuk,
atau sebaliknya: tinggal di 'rusun' (sebenarnya apartment 2,6M) dengan rumah tapak subsidi pemerintah 175 juta-an di Banten.
Iya kan?!